Di berbagai perusahaan Indonesia, kesibukan sering jadi tolok ukur loyalitas. Karyawan berlomba hadir di semua rapat, menjawab pesan kerja di luar jam kantor, dan menerima tugas tanpa henti. Tapi, mengapa produktivitas dan inovasi tetap jalan di tempat?
Masalah utamanya: budaya kerja yang tidak memberi ruang untuk fokus dan berpikir strategis.
Banyak profesional tidak berani berkata “tidak” karena takut dianggap tidak komit. Padahal, terlalu banyak menerima tugas justru menggerus energi yang semestinya bisa dipakai untuk eksplorasi dan inovasi.
Inilah yang disebut activity trap kesibukan yang hanya menciptakan ilusi produktivitas, tanpa hasil nyata. Peter Drucker sudah menegaskan, esensi profesionalisme adalah kemampuan menentukan apa yang penting, bukan hanya menyelesaikan segalanya.
Google dan Kebijakan 20% Time
Google dikenal dengan budaya inovasinya yang kuat. Salah satu rahasianya adalah kebijakan “20% time”, yaitu memberi waktu khusus kepada karyawan untuk mengerjakan proyek pribadi yang mereka yakini bermanfaat.
Dari ruang ini, lahirlah Gmail, Google News, dan AdSense. Google memahami bahwa ruang kosong bukan pemborosan, tapi investasi kreativitas. Bayangkan jika organisasi di Indonesia mengadopsi pendekatan serupa bukan dengan meniru secara mentah, tapi dengan memberi ruang untuk berpikir, mencoba, dan memilih prioritas.
Baca artikel lainnya:Pemimpin Hebat Bukan yang Si Paling Inovatif, Tapi yang Menularkan Inovasi
Apa Manfaat Strategi Ini bagi Organisasi?
- Meningkatkan efektivitas kerja dan hasil nyata
- Membangun budaya kerja sehat dan berkelanjutan
- Mendorong kreativitas dan inovasi lintas tim
- Membuat organisasi lebih adaptif terhadap perubahan
Mulai Bangun Ruang Inovasi Hari Ini
Kalau Google saja butuh ruang untuk menciptakan sesuatu yang luar biasa, bagaimana dengan kita? Saatnya berubah: jangan biarkan budaya kerja “selalu sibuk” menghalangi pertumbuhan tim Anda. Hubungi admin kami sekarang untuk diskusi dan strategi membangun ruang inovasi di organisasi Anda.